May Day For Me

Sebelas tahun lalu seorang teman mengenalkan saya pada seorang lelaki yang menurutnya ganteng dan cocok menjadi pacar saya. Tanggapan saya? Biasa saja, maklum waktu itu saya masih patah hati karena mantan pacar. Teman baik saya itu gigih sekali mempromosikan lelaki ini. “Orangnya kocak banget, Man..you’ll love him“, ujarnya saat itu. Still, I didn’t budge, partly because I know I’m not the type of girl that boys eager to get to know better let alone the cute ones. Karena ingin menghormati teman baik, saya setuju untuk pergi beramai-ramai dan dikenalkan pada lelaki kocak tadi. Masih jelas dalam ingatan ketika saya pertama kali melihat sosoknya…he is cute and indeed my type. Tapi saya tidak menganggapnya terlalu serius. Malam itu kami habiskan di Lambhorgini (aih matek!) dan jam 2 pagi, kami mengisi perut di salah satu food stall di Radio Dalam. Saya memesan Sop Kaki Kambing (weird menu to order at 2 am) dan lelaki itu memesan nasi goreng. Begitu mangkuk berisi sop datang, lelaki itu melontarkan kalimat yang anehnya membuat saya termehek-mehek, “Gue ga sangka, lo gragas makannya”.

Kalimat itu sukses membuat saya sulit tidur, senyum-senyum sendiri selama beberapa bulan. Akhirnya kami jadi dekat bahkan semua temannya menganggap saya resmi menyandang status pacarnya. Sampai suatu pagi nan ceria, teman saya memberitahukan kalau lelaki itu baru saja ‘jadi’ dengan teman sekelasnya. Berusaha tetap tersenyum, saya berkata kalau saya tahu dia sedang berusaha mendekati seorang perempuan, padahal saya mau mencelupkan kepala ke dalam WC. Sorenya, ia tetap menelepon saya di jam biasa kami ngobrol ngalor ngidul dan meminta maaf karena tidak menyampaikan berita “bahagia”-nya in person. Lagi-lagi, saya memaksakan diri untuk tersenyum.

Singkat cerita, lelaki itu mendapat ‘tamparan’ keras di malam perpisahan sekolahnya. Pacarnya selingkuh. Dan saya menerima berita itu dengan senyum termanis. Selang satu minggu setelah bubarnya hubungan mereka, saya memberanikan diri untuk menyampaikan perasaan saya padanya. Yep, I made the first move. Dan ia menjawab pertanyaan saya dengan tertawa-tawa, “Iya, gue mau jadi pacar lo“. It was May 27, 1999. (and he still teases me about how I’ve waited for him all those months and declaring my feeling first until now).

Eight years later, we got married on the exact date we decided to give love a chance. Setahun kemudian dokter memastikan saya hamil dan tahun berikutnya, kami merayakan hari jadi pernikahan kedua dengan kehadiran Igo.

Mbep, you’re my love..my companion and most importantly, my best friend. I love you, kiddo!

Leave a comment